Cerita Rakyat Kisah Laksamana Hang Tuah
Pada zaman dahulu kala, dikenal seorang kesatria bernama Hang Tuah. Ketika tetap anak-anak, ia beserta kedua orangtuanya, Hang Mahmud dan Dang Merdu, menetap di Pulau Bintan. Pulau ini berada di perairan Riau. Rajanya adalah Sang Maniaka, putra Sang Sapurba raja besar yang bermahligai di Bukit Siguntang.
Hang Mahmud berfirasat bahwa kelak anaknya akan menjadi seorang tokoh yang terkemuka. Saat berumur sepuluh tahun, Hang Tuah pergi berlayar ke Laut Cina Selatan disertai empat sahabatnya, yaitu Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu. Dalam perjalanan, mereka berkali-kali diganggu oleh gerombolan lanun. Dengan segala keberaniannya, Hang Tuah beserta para sahabatnya mampu mengalahkan gerombolan itu. Kabar tersebut terdengar sampai ke telinga Bendahara Paduka Raja Bintan, yang amat kagum terhadap keberanian mereka.
Suatu ketika, Hang Tuah dan keempat sahabatnya sukses mengalahkan empat pengamuk yang menyerang Tuan Bendahara. Tuan Bendahara sesudah itu mengangkat mereka sebagai anak angkatnya. Tuan Bendahara sesudah itu melaporkan perihal kehebatan mereka kepada Baginda Raja Syah Alam. Baginda Raja pun ikut merasa kagum dan termasuk mengangkat mereka sebagai anak angkatnya.
Beberapa th. kemudian, Baginda Raja memiliki rencana melacak tempat baru sebagai pusat kerajaan. Ia beserta punggawa kerajaan, termasuk Hang Tuah dan para sahabatnya, melancong ke sekitar Selat Melaka dan Selat Singapura. Rombongan akhirnya singgah di Pulau Ledang. Di sana rombongan melihat seekor pelanduk (kancil) putih yang ternyata sukar untuk ditangkap
Menurut petuah orang tua-tua, jika menemui pelanduk putih di hutan maka tempat itu bagus dibikin negeri. Akhirnya di sana dibangun sebuah negeri dan dinamakan Melaka, sesuai nama pohon Melaka yang ditemukan di tempat itu.
Setelah beberapa lama memerintah, Baginda Raja bermaksud meminang seorang putri cantik bernama Tun Teja, putri tunggal Bendahara Seri Benua di Kerajaan Indrapura. Namun, sayangnya putri itu menolak pinangan Baginda Raja. Akhirnya, Baginda Raja meminang Raden Galuh Mas Ayu putri tunggal Seri Betara Majapahit, raja besar di tanah Jawa.
Sehari menjelang pernikahan, di istana Majapahit terjadi sebuah kegaduhan. Taming Sari, prajurit Majapahit yang sudah tua tetapi amat tangguh, tiba-tiba mengamuk. Mengetahui suasana itu, Hang Tuah kemudian menghadang Taming Sari. Hang Tuah mempunyai strategi cerdik dengan langkah menukarkan kerisnya bersama keris Taming Sari.
Setelah keris bertukar, Hang Tuah kemudian berkali-kali menyerang Taming Sari. Taming Sari baru kalah sesudah keris sakti yang dipegang Hang Tuah tertikam ke tubuhnya. Hang Tuah kemudian diberi gelar Laksamana dan dihadiahi keris Taming Sari.
Baginda Raja bersama istri dan rombongannya sesudah itu kembali ke Melaka. Selama bertahun-tahun negeri ini safe dan tenteram. Hang Tuah menjadi laksamana yang amat setia kepada raja Melaka dan amat disayang dan juga dipercaya raja. Hal itu mengakibatkan rasa iri dan dengki prajurit dan pegawai istana.
Suatu ketika tersebar fitnah yang mengatakan bahwa Hang Tuah telah berbuat tidak sopan dengan seorang dayang istana. Penyebar fitnah itu adalah Patih Kerma Wijaya yang merasa iri terhadap Hang Tuah. Baginda Raja marah mendengar kabar itu. Ia memerintahkan Bendahara Paduka Raja sehingga mengusir Hang Tuah. Tuan Bendahara memang enggan melaksanakan perintah Baginda Raja gara-gara ia mengetahui Hang Tuah tidak bersalah. Tuan Bendahara memberi saran sehingga Hang Tuah cepat-cepat meninggalkan Melaka dan pergi ke Indrapura.
Di Indrapura, Hang Tuah mengenal seorang perempuan tua bernama Dang Ratna, inang Tun Teja. Dang Ratna kemudian menjadi ibu angkatnya. Hang Tuah meminta Dang Ratna untuk menyampaikan pesan kepada Tun Teja sehingga senang menyayangi dirinya. Berkat usaha Dang Ratna, Tun Teja senang menyayangi Hang Tuah. Hubungan keduanya sesudah itu menjadi amat akrab.
Suatu waktu, Indrapura kehadiran perahu Melaka yang dipimpin oleh Tun Ratna Diraja dan Tun Bija Sura. Mereka meminta Hang Tuah sehingga senang kembali ke Melaka. Tun Teja dan Dang Ratna termasuk ikut bersama rombongan.
Sesampainya di Melaka, Hang Tuah kemudian bertemu bersama Baginda Raja. Hang Tuah berkata, “Mohon maaf, Tuanku, selama ini hamba tinggal di Indrapura. Hamba kembali untuk senantiasa mengabdi setia kepada Baginda.” Tun Ratna Diraja melaporkan kepada Baginda Raja bahwa Hang Tuah datang bersama Tun Teja, putri yang dulu diidam-idamkan Baginda Raja.
Singkat cerita, Tun Teja selanjutnya bersedia menjadi istri kedua Baginda Raja meskipun sebenarnya ia menyayangi Hang Tuah. Hang Tuah kemudian menjabat kembali sebagai Laksamana Melaka, yang amat setia dan disayang raja.
Hang Tuah kembali kena fitnah setelah bertahun-tahun menetap di Melaka. Mendengar fitnah itu, kali ini Baginda Raja sangat marah dan memerintahkan Tuan Bendahara sehingga membunuh Hang Tuah. Tuan Bendahara tidak tega membunuh Hang Tuah dan memintanya sehingga mengungsi ke Hulu Melaka.
Hang Tuah menitipkan keris Taming Sari ke Tuan Bendahara sehingga diserahkan terhadap Baginda Raja. Hang Jebat sesudah itu menukar Hang Tuah sebagai Laksamana Melaka. Oleh Baginda Raja keris Taming Sari diserahkan kepada Hang Jebat.
Sepeninggal Hang Tuah, Hang Jebat lupa diri dan menjadi mabuk kekuasaan. Ia bertindak sewenang-wenang. Jebat termasuk sering bertindak tidak sopan terhadap para pembesar kerajaan dan dayang-dayang. Banyak orang telah menasihatinya. Namun, Hang Jebat senantiasa keras kepala, tidak senang berubah.
Baginda Raja menjadi gusar lihat perbuatan Hang Jebat. Tak seorang pun prajurit yang mampu mengalahkan Hang Jebat. Baginda lantas teringat kepada Hang Tuah. Tuan Bendahara memberitahu kepada Baginda Raja, “Maaf Baginda, sebenarnya Hang Tuah tetap hidup. Ia mengungsi ke Hulu Melaka.” Atas perintah Baginda Raja, Hang Tuah bersedia ke Melaka.
Hang Tuah menghadap Baginda Raja dan menyatakan kesiapannya melawan Hang Jebat. Hang Tuah kemudian diberi keris Purung Sari. Terjadi pertempuran yang amat hebat pada dua kawan baik yang amat setia dan yang mendurhaka. Suatu ketika Hang Tuah sukses merebut keris Taming Sari dan bersama keris itu, Hang Tuah bisa mengalahkan Hang Jebat. Ia mati di pangkuan Hang Tuah. Hang Tuah kembali diangkat sebagai Laksamana Melaka. Setelah itu, Melaka kembali tenteram.
Laksamana Hang Tuah kerap melawat ke luar negeri hingga ke negeri Judah dan Rum untuk memperluas pengaruh kerajaan Melaka di semua dunia.
Suatu sementara Baginda Raja mengirim utusan dagang ke Kerajaan Bijaya Nagaram di India, yang dipimpin oleh Hang Tuah. Setelah hingga di India, rombongan melanjutkan pelayaran ke negeri Cina. Di pelabuhan Cina, rombongan Hang Tuah berselisih dengan orang-orang Portugis, gara-gara mereka amat sombong, tidak terima Hang Tuah melabuhkan kapalnya di samping kapal Portugis.
Setelah menghadap Raja Cina, rombongan Hang Tuah kemudian melanjutkan perjalanannya kembali ke Melaka. Di tengah perjalanan, mereka diserang oleh perahu-perahu Portugis. Hang Tuah bisa mengatasi serangan mereka. Kapten dan seorang perwira Portugis melarikan diri ke Manila, Filipina. Rombongan Hang Tuah akhirnya tiba di Melaka bersama selamat.
Suatu hari raja Melaka beserta keluarganya berwisata ke Singapura diiringi Laksamana Hang Tuah dan Bendahara Paduka Raja bersama bermacam perahu kebesaran. Ketika hingga di Selat Singapura Raja Syah Alam lihat seekor ikan bersisik emas bermatakan kualitas manikam di sekitar perahu Syah Alam. Ketika menengok ke permukaan air, mahkota Raja terjatuh ke didalam laut.
Hang Tuah segera menyelam ke basic laut sambil menghunus keris Taming Sari untuk menyita mahkota tersebut. Ia berhasil menyita mahkota itu tetapi ketika nyaris tiba di perahu, seekor buaya putih besar menyambarnya sehingga mahkota beserta kerisnya terjatuh kembali ke laut. Hang Tuah kembali menyelam ke basic lautan mengejar buaya tersebut. Tetapi ternyata mahkota beserta kerisnya senantiasa tidak ditemukan. Sejak kehilangan mahkota dan keris Taming Sari, Raja dan Hang Tuah menjadi pemurung dan kerap sakit-sakitan.
Sementara itu, Gubernur Portugis di Manila amat marah mendengar laporan kekalahan dari perwiranya yang sukses melarikan diri. Setelah beberapa bulan melakukan persiapan, angkatan perang Portugis berangkat menuju Selat Melaka. Di tempat ini, mereka memulai serangan terhadap Melaka yang membawa dampak banyak prajurit Melaka kewalahan. Pada sementara itu, Hang Tuah tengah sakit keras.
Baginda Raja memerintahkan Tuan Bendahara untuk meminta pemberian Hang Tuah. Meski sakit, Hang Tuah senantiasa bersedia ikut memimpin pasukan melawan Portugis. Kata Hang Tuah kepada Baginda Raja, “Apa yang kita tunggu? Kita secepatnya perlu mengusir mereka dari sini.”
Dengan keteguhannya, Hang Tuah masih bisa menyerang musuh, baik dengan pedang maupun meriam. Namun, sebuah peluru mesiu Portugis sukses menghantam Hang Tuah. Ia terlempar sejauh 7 mtr. dan terjatuh ke laut. Hang Tuah sukses diselamatkan dan sesudah itu dibawa dengan perahu Mendam Birahi kembali ke Melaka. Seluruh perahu petinggi dan pasukan Melaka termasuk kembali ke kerajaan. Demikian pula halnya pasukan Portugis kembali ke Manila gara-gara banyak pemimpinnya yang terluka. Peperangan berakhir tanpa ada yang menang dan yang kalah.
Setelah sembuh, Hang Tuah tidak kembali menjabat sebagai Laksamana Melaka karena telah jadi tua. Ia merintis hidupnya bersama menyepi di puncak bukit Jugara di Melaka.Taruhan Bola Baginda Raja termasuk telah tidak kembali memimpin, ia digantikan oleh anaknya, Putri Gunung Ledang.